Perkembangan Bidang Kuliner Dapat Menjadi Sebuah Dongkrak Terhadap Ekonomi Kreatif Indonesia
Oleh : Mivaldo Razaq Wardana Saleh
Direktur
Riset dan Pengembangan Bekraf, Dr. Ir. Wawan Rusiawan, M.M., mengatakan
industri kuliner berkontribusi besar terhadap PDB ekonomi kreatif. Beliau
mengatakan, “Kuliner telah menjadi kontributor terbesar atau utama terhadap PDB
ekonomi kreatif Indonesia yaitu sebesar 41 persen atau sebesar Rp410 triliun.”
Hal tersebut diketahui dari laman Universitas Gajah Mada (UGM) (23/12/2019). 41
persen dari total pendapatan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia
pada tahun 2017 oleh sub sektor kuliner.
Pada
2019 Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, sektor makanan dan
minuman memiliki nilai investasi pada 2018 senilai Rp56,20 triliun. Pada tahun
yang sama, sektor ini berhasil menyumbang produk domestik bruto (PDB) nasional
sebesar 6,34%. Sedangkan pada proyeksi pertumbuhan nonmigas 2019, sektor
industri makanan dan minuman diproyeksikan akan tumbuh tinggi sebesar 9,86%. “Tenaga
kerja yang diserap mencapai 42,5% dari total jumlah pekerja di semua sektor
(Industri Kecil dan Menengah (IKM),” penjelasan dari Direktur Jenderal IKM
Kemenperin Gati Wibawaning, seperti dilansir dari Okezone (23/12/2019).
“Memang
harus dimulai kerja samanya dari sekarang seperti menanam jahe sehingga
hasilnya bisa dirasakan lima tahun mendatang. Dengan hasil bertanam sendiri,
pelaku IKM tidak akan mengeluh dengan ketersediaan dan harga komoditas bumbu
untuk usaha kuliner mereka.”, lanjut ucapan beliau. Besarnya jangkauan industri
kuliner membuatnya sebagai salah satu penopang industri lain seperti
pariwisata. Beliau juga menyarankan adanya sinergitas antar kementerian
terkait. Menurutnya, Indonesia dikenal akan kaya dengan rempah-rempah dan bumbu,
sehingga hal tersebut dapat dijadikan sebagai senjata inovasi di bidang
kuliner.
Dengan
adanya hal tersebut tidak menutup kemungkinan bagi Indonesia untuk
mengembangkan bidang kulinernya serta menjajahkannya ke penjuru dunia
menggunakan adanya gastrodiplomasi atau kegiatan diplomasi yang dilakukan
melalui media makanan. Salah satu contoh jajanan kuliner yang dapat
dikembangkan menjadi sebuah icon adalah kue putu.
Kue ini diperkirakan telah lama hadir, tepatnya pada abad ke-13, pada saat Dinasti Ming. Pada zaman tersebut, kue ini dikenal dengan nama Xian Roe Xiao Long yang berarti “kue dari tepung beras”. Layaknya kue putu di Indonesia, adonan tepung beras dimasukkan dalam bambu, lalu diberi isian kacang hijau yang lembut, kemudian dikukus. Kue putu diperkirakan masuk ke Indonesia bersamaan dengan banyaknya imigran dari Tiongkok yang datang ke Nusantara untuk berdagang, salah seorang di antaranya adalah Laksamana Cheng Ho yang sempat singgah di sejumlah wilayah selama berada di Indonesia.
Di Indonesia, kue putu mengalami sedikit perubahan.
Jika pada negara Tiongkok isian dari kue ini adalah kacang hijau. Namun, orang
Indonesia menggunakan gula jawa sebagai isiannya. Bahkan ada juga yang
menambahkan daun pandan untuk memperkuat aroma serta memberikan warna yang khas
pada kue itu.
Pada zaman sekarang banyak sekali ide-ide
kreatif untuk mengembangkan segala sesuatu. Tidak terlepas juga akan kue putu
ini. pada saat ini telah banyak orang yang membuat variasi kue atau cake
yang terinsipirasi dari kue putu tradisional. Kreasi-kreasi tersebut dibuat
untuk melestarikan kehadiran kue itu dan memodernisasikan agar tak lekan oleh
zaman. Dengan adanya kreasi kue putu menjadi cake putu diharapkan dapat
lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan adanya efek globalisasi melalui media
sosial.
Komentar
Posting Komentar